Materi PAI SMK Kls XI .Tentang Ekonomi Dalam Islam
Prinsip-prinsip dan
Praktik Ekonomi Dalam Islam
A. Pengertian Ekonomi Islam
Kata ekonomi berasal dari
bahasa Yunani: Oikos dan Nomos. Oikos berarti rumah
tangga (house-hold), sedang Nomos berarti aturan, kaidah,
atau pengelolaan. Dengan demikian secara sederhana ekonomi dapat diartikan
sebagai kaidah- kaidah,
aturan-aturan, atau cara pengelolaan suatu rumah tangga. Dalam bahasa Arab,
ekonomi sering diterjemahkan dengan al- iqtishad, yang berarti hemat, dengan
perhitungan, juga mengandung makna rasionalitas dan nilai secara implisit.
Jadi, ekonomi adalah mengatur urusan rumah tangga, dimana anggota keluarga yang
mampu, ikut terlibat dalam menghasilkan barang-barang berharga dan membantu
memberikan jasa, lalu seluruh anggota keluarga yang ada, ikut menikmati apa
yang mereka peroleh. Kemudian populasinya semakin banyak dan dalam rumah-rumah,
lalu menjadi suatu kelompok (community) yang diperintah oleh suatu Negara
Adapun istilah ekonomi islam
berasal dari dua kata, ekonomi (terjemahan, economics, economic, dan economy)
dan islam (terjemahan: Islamic). Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil
dari kata salima yang berarti selamat,
damai, tunduk, pasrah, dan berserah diri. Objek penyerahan diri ini, adalah
pencipta seluruh alam semesta yakni Allah SWT. Dengan demikian, islam berarti
penyerahan diri kepada Allah SWT, sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an surat
Ali Imran, yang artinya kurang lebih sebagai berikut: “Sesungguhnya agama atau yang diridhoi disisi Allah
adalah islam…”
1. Ekonomi Islam adalah pengetahuan bagaimana menggali
dan mengimplementasi sumber daya material untuk memenuhi kebutuhan dan
kesejahteraan manusia, dimana penggalian dan penggunaan itu harus sesuai dengan
syari’at Islam.
2. Ekonomi Islam merupakan bagian dari bentuk usaha
duniawi yang bernilai ibadah, juga merupakan suatu amanah, yaitu amanah dalam
melaksanakan kewajiban kepada Allah (Hablum minallah) dan kewajiban kepada
sesama manusia (Hablum minannas).
3. Ekonomi islam adalah tata aturan yang berkaitan dengan
cara berproduksi, distribusi, dan konsumsi, serta kegiatan lain dalam rangka
mencari ma’isyah (penghidupan individu maupun kelompok) sesuai dengan ajaran
islam (Al Qur’an dan Al Hadits).
Ekonomi Islam merupakan ilmu
yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan
aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun
iman dan rukun Islam.
Kata Islam setelah “Ekonomi”
dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai identitas tanpa mempengaruhi
makna atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya lebih ditentukan
oleh perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan sebagai landasan
nilai. Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara
manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba
Allah untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah
aktifitas yang kolektif.
B. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Prinsip ekonomi Islam adalah:
1. Kebebasan individu.
2. Hak terhadap harta.
3. Kesamaan sosial.
4. Keselamatan sosial.
5. Larangan menumpuk kekayaan.
6. Larangan terhadap institusi anti-sosial.
7. Kebajikan individu dalam masyarakat.
C. Makna Riba
1. Pengertian
Riba
Riba
secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam istilah linguistik, riba berarti tumbuh dan
membesar. Akan tetapi tidak semua tambahan adalah riba. Dalam istilah fiqih,
riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil baik dalam
transaksi maupun pinjam meminjam.1
Riba
berarti menetapkan bunga atau
melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam.
Ada
beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang
merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau
bertentangan denganprinsip muamalat dalam
Islam.
Dalam
Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah
haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275: “...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...”
2. Macam-Macam
Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua,
yaitu riba piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi menjadi
riba Qardh dan Jahiliyah, sedangkan kelompok kedua ada dua macam, yaitu riba Fadl dan Nasi’ah.
a)
Riba Qardh, yaitu suatu manfaat yang disyaratkan
terhadap yang berhutang (Muqtaridh).2 Maksudnya meminjamkan
sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang
meminjami/ mempiutangi.
Contoh
: Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan
mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya
kepada
Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
b) Riba Jahiliyah, yaitu hutang dibayar lebih dari
pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar pada
waktu yang ditentukan.3
Contoh: Susanto meminjam uang sebesar Rp.5.000.000,00 kepada Adi dan harus
dikembalikan pada waktu 2 minggu, karena Susanto tidak memiliki uang dalam 2
minggu tersebut akhirnya ia tidak bisa mengembalikannya kepada Adi. Nah,
akhirnya hutang Susanto naik 2 kali lipat dari sebelumnya, dimana Susanto
seharusnya mengembalikan uang kepada Adi sebesar Rp.5.000.000,00 akan tetapi
Susanto harus mengembalikan uang sebesar Rp.10.000.000,00.
c) Riba Fadl, yaitu pertukaran antara
barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda.4
Contoh: tukar
menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras
dengan beras dan sebagainya.
d) Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan atau
penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan
dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul
karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat
ini dan yang diserahkan kemudian.5
Contoh : Aminah
meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun
depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka
tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan
pembayaran satu tahun.
3. Hukum Riba
Secara garis besar, pandangan tentang hukum riba ada dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok pertama: mengharamkan riba yang berlipat
ganda, karena yang diharamkan al-qur’an adalah riba yang berlipat ganda saja,
yakni riba nasi’ah, terbukti juga dengan hadis tidak ada riba kecuali nasi’ah. Karenannya, selain riba nasi’ah maka
diperbolehkan.
b. Kelompok kedua: mengharamkan riba, baik yang besar
maupun kecil. Riba dilarang dalam islam, baik besar maupun kecil, berlipat
ganda atau tidak. Riba yang berlipat ganda haram hukumnya karena zatnya, sedang
riba kecil tetap haram karena untuk menutupi pintu ke riba yang lebih besar.6
D. Larangan-Larangan
Riba dalam Al Qur’an
Adapun
dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Di antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut:
Artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
(QS. Ali Imran : 130)
Artinya:
”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah :
275)
|
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ
وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Artinya:
”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”. (QS
Al-Baqarah : 276)
Artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS Al-Baqarah
: 278)
|
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍۢ مِّنَ
ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا
تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Artinya:
”Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya”. (QS Al-Baqarah : 279)
Artinya:
”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
(QS. Rum : 39)
Dan di antara hadits yang terkait
dengan riba adalah :
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : آكِلَ الرِّبَا ،
وَمُوكِلَهُ ، وَكَاتِبَهُ ، وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ
Dari
Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba,
wakilnya, penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.
1.
Dampak dan Hikmah Pelarangan Riba
Riba dapat berdampak buruk terhadap:
1. Pribadi seseorang
2. Kehidupan masyarakat
3. Ekonomi
Riba
(bunga) menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan kemakmuran nasional serta
kesejahteraan individual dengan cara menyebabkan banyak terjadinya distrosi di
dalam perekonomian nasional seperti inflasi, pengangguran, distribusi kekayaan
yang tidak merata, dan resersi.·
Bunga
menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi. Ia mendorong orang melakukan
penimbunan (hoarding) uang, sehingga memengaruhi peredaranya diantara sebagian
besar anggota masyarakat. Ia juga menyebabkan timbulnya monopoli, kertel serta
konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang. Dengan demikian, distribusi
kekayaan di dalam masyarakat menjadi tidak merata dan celah antara si miskin
dengan si kaya pun melebar. Masyarakat pun dengan tajam terbagi menjadi dua
kelompok kaya dan miskin yang pertentangankepentingan mereka memengaruhi
kedamaian dan harmoni di dalam masyarakat. Lebih lagi karna bunga pula maka
distorsi ekonomi seperti resesi, depresi, inflasi dan pengangguran terjadi.
Investasi
modal terhalang dari perusahaan-perusahaan yang tidak mampu menghasilkan laba yang
sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekalipun proyek
yang ditangani oleh perusahaan itu amat penting bagi negara dan bangsa. Semua
aliran sumber-sumber finansial di dalam negara berbelok ke arah
perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek laba yang sama atau lebih tinggi
dari suku bunga yang sedang berjalan, sekaliun perusahaan tersebut tidak atau
sedikit saja memiliki nilai sosial.·
Riba
(bunga) yang dipungut pada utang internasional akan menjadi lebih buruk lagi
karena memperparah DSR (debt-service ratio) negara-negara debitur. Riba (bunga)
itu tidak hanya menghalangi pembangunan ekonomi negara-negara miskin, melainkan
juga menimbulkan transfer sumber daya dari negara miskin ke negara kaya. Lebih
dari itu, ia juga memengaruhi hubungan antara negara miskin dan kaya sehingga
membahayakan keamanan dan perdamaian internasional.
Akibat-akibat buruk yang di jelaskan para ekonom muslin dan non-muslim, di
antaraya:
a. Riba merusak sumber daya manusia
b. Riba merupakan penyebab utama terjadinya Inflasi
c. Riba menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi
d. Riba menciptakan kesenjangan social
e. Riba Faktor utama terjadinya krisis Ekonomi Global
2.
Cara Menghindari Riba
dalam Ekonomi Islam
Pandangan
tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya perbankan
Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil
bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut
sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat
diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal
jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat
suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda
dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk
deposannya.
Hal
diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk
transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman
Rasulullah saw yakni riba nasi’at. Sehingga praktek pembungaan uang adalah
haram. Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara
yang bersih dari unsur riba antara lain:
a. Wadiah
atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.
b. Mudarabah
adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian
profit and loss sharing
c. Syirkah
(perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai
andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)
d. Murabahan
adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar
harga pembelian yang pertama secara jujur.
e. Qard
hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga
kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan
penghargaan.
f. Menerapkan
prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang
dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan
nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% :
40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak
bank.
g. Selain
cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari
dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara
benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba
ke sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk
mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa
bukan hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang
meninggalkan larangan Allah swt.
Puasa
bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun juga agar
aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah
mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan
riba. Sangat aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan
bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai orang yang beriman
yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini dengan
sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan
(komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk
ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah
yang dititahkan Allah pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan
jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh
nyata bagimu”.
Ayat ini
mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam
ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah
ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran
ekonomi Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari
Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan
ajaran-ajaran mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan
sebagainya.
3.
Hikmah di balik larangan riba:
Diantara hikmah dari adanya
larangan riba yaitu:
1. Allah
SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, tetapi
hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik individu
maupun masyarakat.
2. Cara
riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang di peroleh
si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya.
Keuntungannya diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada
dasarnya lebih lemah dari padanya.
3. Riba
dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan uang atau
barang akan kehilangan rasa sosialnya, egois.
4. Riba
dapat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari mengambil harta orang lain yang
lemah. Cukup duduk di atas meja, orang lain yang memeras keringatnya.
5. Riba
dapat mengakibatkan kehancuran, banyak orang-orang yang kehilangan harta benda
dan akhirnya menjadi fakir miskin.
E. Ekonomi
Islam Dan Pemerataan Kesejahteraan
Menurut
An Nabhani dalam bukunya An-Nizam Al-Iqtishadi Fi Al-Islami, sistem ekonomi
Islam ditegakkan di atas tiga asas utama, pertama, konsep
kepemilikan (al-milkiyah) ; Kedua, pemanfaatan kepemilikan (al tasharuf
fil al-milkiyah) ; Ketiga, distribusi kekayaan di antara masyarakat
(tauzi’u altsarwah bayna al-naas).
1. Konsep
Kepemilikan (al-Milkiyah)
Islam
memiliki pandangan yang khas tentang harta. Bahwa harta pada
hakikatnya adalah milik Allah (Qs. 24: 33). Harta yang dimiliki manusia,
sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah (Qs. 57: 7). Kata rizq artinya
pemberian (a’tha). Atas dasar ini, kepemilikan atas suatu barang yang
artinya ada proses perpindahan kepemilikan- harus selalu didasarkan pada
aturan-aturan Allah SWT. Seseorang tatkala hendak memiliki sepeda motor,
maka cara untuk mendapatkan kepemilikan sepeda motor, maka cara untuk
mendapatkan kepemilikan sepeda motor tersebut harus didasarkan pada
aturan-aturan Allah SWT, misalnya, dengan membeli, atau diberi hadiah, atau
dengan cara-cara lain yang dibenarkan oleh hukum Islam.
Menurut
Dr. Husain Abdullah, kepemilikan (milkiyah) dibagi menjadi tiga macam, yakni:
(1) kepemilikan individu (milkiyah fardiyah), (2) kepemilikan umum
(milkiyah amah) dan (3) kepemilikan negara (milkiyah
daulah).
a). Kepemilikan Individu (al-Milkiyah Fardiyah)
Kepemilikan individu
adalah izin Syaari (Allah SWT) kepada individu untuk
memanfaatkan barang
dan jasa. Adapun sebab-sebab pemilikan (asbabu al-tammaluk) individu, secara
umum ada lima macam: 1) Bekerja (al ‘amal), 2) Warisan (al-irts), 3) Kebutuhan
harta untuk mempertahankan hidup, 4) Pemberian Negara (i’thau al-daulah) dari
hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah, barang dan uang modal, dan 5)
Harta yang diperoleh individu tanpa harus
bekerja.
b). Kepemilikan Umum
(al-Milkiyah Amah)
Pemilikan umum
adalah izin dari Syaari’ (Allah SWT) kepada masyarakat secara
bersama untuk
memanfaatkan benda. Benda-benda ini tampak pada tiga macam, yaitu:
• Fasilitas
umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam
kehidupan
sehari-haru seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas), padang
rumput (hutan).
•
Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan
individu seperti;
sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid dan sebagainya.
• Barang
tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,
seperti emas, perak,
minyak dan sebagainya.
c). Kepemilikan Negara (al-Milkiyah Daulah)
Kepemilikan negara
adalah izin dari Syaari’ atas setiap harta yang hak
pemanfaatannya
berada di tangan negara. Misalnya harta ghanimah, fa’i, khumus,
kharaj, jizyah 1/5
harta rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang
tidak memiliki ahli
waris, dan tanah milik negara. Milik negara digunakan untuk
berbagai keperluan
yang menjadi kewajiban negara seperti menggaji pegawai,
keperluan jihad dan
sebagainya.
2. Pemanfaatan Kepemilikan (al-Tasharuf al-Milkiyah)
Kejelasan
konsep kepemilikan sangat berpengaruh terhadap konsep pemanfaatanharta milik
(tasharuf al-mal), yakni siapa sesungguhnya yang berhak mengelola dan
memanfaatkan harta tersebut Pemanfaatan pemilikan adalah cara -sesuai hukum syara`.
seorang muslim memperlakukan harta miliknya. Pemanfaatan harta dibagi menjadi
dua topik yang sangat penting, yakni: (1) Pengembangan harta (tanmiyatu al-mal),
dan (2) infaq harta (infaqu al-mal).
a). Pengembangan Harta (Tanmiyatu al-Mal)
Pengembangan harta
adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara dan sarana yang dapat
menumbuhkan pertambahan harta.
Islam hanya
mendorong pengembangan harta sebatas pada sektor riil saja; yakni
sektor pertanian,
industri dan perdagangan. Islam tidak mengatur secara teknis
tentang budidaya
tanaman; atau tentang teknik rekayasa industri; namun Islam
hanya mengatur pada
aspek hukum tentang pengembangan harta.
Demikian pula dalam
hal perindustrian, Islam juga mengatur hukum
produksi barang,
manajemen dan jasa, semisal hukum perjanjian dan pengupahan.
Islam melarang
beberapa aktivitas-aktivitas pengembangan harta, misalnya, riba
nashi’ah pada perbankan,
dan riba fadhal pada pasar modal. Menimbun, monopoli,
judi, penipuan dalam
jual beli, jual beli barang haram dan sebagainya.
b). Infaq Harta (Infaqu al-Mal)
Infaq harta adalah
pemanfaatan harta dengan atau tanpa ada kompensasi atau
perolehan balik. Islam
mendorong ummatnya untuk menginfaqkan hartanya untuk kepentingan umat yang lain
terutama pihak yang sangat membutuhkan. Islam tidak hanya mendorong kaum muslim
untuk memanfaatkan hartanya dengan kompensasi atau perolehan balik yang
bersifat materi saja, akan tetapi juga mendorong ummatnya untuk memperhatikan
dan menolong pihak-pihak yang memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang
membutuhkan, serta untuk kepentingan ibadah, misalnya zakat, nafkah anak dan
istri, dorongan untuk memberi hadiah, hibah, sedekah pada fakir miskin dan
orang yang memerlukan (terlibat hutang, keperluan pengobatan dan musibah),
infaq untuk jihad fii sabilillah.
3. Konsep
Distribusi Kekayaan (Tauzi al-Tsarwah)
Islam telah menetapkan sistem distribusi kekayaan
diantara manusia dengan cara
sebagai berikut:
a). Mekanisme Pasar
Mekanisme pasar
adalah bagian terpenting dari konsep distribusi. Akan tetapi
mekanisme ini akan
berjalan dengan alami dan otomatis, jika konsep kepemilikandan konsep
pemanfaatan harta berjalan sesuai dengan hukum Islam. Sebab, dalam kehidupan
ekonomi modern seperti saat ini, di mana produksi tidak menjadi jaminan
konsumsi, melainkan hanya menjadi jaminan pertukaran saja, maka pengeluaran
seseorang merupakan penghasilan bagi orang lain. Demikian pula sebaliknya.
b). Bentuk Transfer Dan Subsidi
Untuk menjamin
keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dalam
mekanisme pasar
-karena alasan-alasan tertentu, seperti; cacat, idiot dan
sebagainya-maka
Islam menjamin kebutuhan mereka dengan berbagai cara sebagai
berikut:
• Wajibnya
muzakki membayar zakat yang diberikan kepada mustahik, khususnya kalangan
fakir miskin.
• Setiap warga
negara berhak memanfaatkan pemilikan umum. Negara boleh
mengolah dan
mendistribusikannya secara cuma-cuma atau dengan harga murah.
• Pembagian
harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal kepada yang
memerlukan.
• Pemberian
harta waris kepada ahli waris.
• Larangan
menimbun emas dan perak walaupun dikeluarkan zakatnya.
Islam mendorong
setiap manusia untuk bekerja dan meraih sebanyak-banyaknyamateri. Islam
membolehkan tiap manusia mengusahakan harta sebanyak ia mampu, mengembangkan
dan memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar ketentuan agama..Islam tidak
melarang umatnya untuk memiliki sebanyak-banyaknya harta. Bahkan ada
beberapa kewajiban Islam yang menuntut dan membutuhkan kemampuan keuangan yang
cukup. Seperti haji, jihad fi sabilillah, serta kewajiban-kewajiban Islam lainnya.
Post a Comment