Header Ads

test

Materi PAI SMK Kls XI .Tentang Ekonomi Dalam Islam

 

Prinsip-prinsip dan Praktik Ekonomi Dalam Islam

 


 

A.      Pengertian Ekonomi Islam

Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani: Oikos dan NomosOikos berarti  rumah tangga (house-hold), sedang Nomos berarti aturan, kaidah, atau pengelolaan. Dengan demikian secara sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah-          kaidah, aturan-aturan, atau cara pengelolaan suatu rumah tangga. Dalam bahasa Arab, ekonomi sering diterjemahkan dengan al- iqtishad, yang berarti hemat, dengan perhitungan, juga mengandung makna rasionalitas dan nilai secara implisit. Jadi, ekonomi adalah mengatur urusan rumah tangga, dimana anggota keluarga yang mampu, ikut terlibat dalam menghasilkan barang-barang berharga dan membantu memberikan jasa, lalu seluruh anggota keluarga yang ada, ikut menikmati apa yang mereka peroleh. Kemudian populasinya semakin banyak dan dalam rumah-rumah, lalu menjadi suatu kelompok (community) yang diperintah oleh suatu Negara

Adapun istilah ekonomi islam berasal dari dua kata, ekonomi (terjemahan, economics, economic, dan economy) dan islam (terjemahan: Islamic). Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah, dan berserah diri. Objek penyerahan diri ini, adalah pencipta seluruh alam semesta yakni Allah SWT. Dengan demikian, islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT, sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an surat Ali Imran, yang artinya kurang lebih sebagai berikut: “Sesungguhnya agama atau yang diridhoi disisi Allah adalah islam…”

1.      Ekonomi Islam adalah pengetahuan bagaimana menggali dan mengimplementasi sumber daya material untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia, dimana penggalian dan penggunaan itu harus sesuai dengan syari’at Islam.

2.      Ekonomi Islam merupakan bagian dari bentuk usaha duniawi yang bernilai ibadah, juga merupakan suatu amanah, yaitu amanah dalam melaksanakan kewajiban kepada Allah (Hablum minallah) dan kewajiban kepada sesama manusia (Hablum minannas).

3.      Ekonomi islam adalah tata aturan yang berkaitan dengan cara berproduksi, distribusi, dan konsumsi, serta kegiatan lain dalam rangka mencari ma’isyah (penghidupan individu maupun kelompok) sesuai dengan ajaran islam (Al Qur’an dan Al Hadits).

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.

Kata Islam setelah “Ekonomi” dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai identitas tanpa mempengaruhi makna atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya lebih ditentukan oleh perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan sebagai landasan nilai. Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah aktifitas yang kolektif.

 

B. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Prinsip ekonomi Islam adalah:

1.      Kebebasan individu.

2.      Hak terhadap harta.

3.      Kesamaan sosial.

4.      Keselamatan sosial.

5.      Larangan menumpuk kekayaan.

6.      Larangan terhadap institusi anti-sosial.

7.      Kebajikan individu dalam masyarakat.

 

 

C. Makna Riba

1.      Pengertian Riba

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam istilah linguistikriba berarti tumbuh dan membesar. Akan tetapi tidak semua tambahan adalah riba. Dalam istilah fiqih, riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil baik dalam transaksi maupun pinjam meminjam.1

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam.

Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan denganprinsip muamalat dalam Islam.

Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275: “...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...

 

2.      Macam-Macam Riba

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi menjadi riba Qardh dan Jahiliyah, sedangkan kelompok kedua ada dua macam, yaitu riba Fadl dan Nasi’ah.

 

a)      Riba Qardh, yaitu suatu manfaat yang disyaratkan terhadap yang berhutang (Muqtaridh).2 Maksudnya meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami/ mempiutangi.

Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya

kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

 

b)     Riba Jahiliyah, yaitu hutang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar pada waktu yang ditentukan.3

Contoh: Susanto meminjam uang sebesar Rp.5.000.000,00 kepada Adi dan harus dikembalikan pada waktu 2 minggu, karena Susanto tidak memiliki uang dalam 2 minggu tersebut akhirnya ia tidak bisa mengembalikannya kepada Adi. Nah, akhirnya hutang Susanto naik 2 kali lipat dari sebelumnya, dimana Susanto seharusnya mengembalikan uang kepada Adi sebesar Rp.5.000.000,00 akan tetapi Susanto harus mengembalikan uang sebesar Rp.10.000.000,00.

c)      Riba Fadl, yaitu pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran   yang berbeda.4

Contoh: tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan  beras dan sebagainya.

d)     Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.5

Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.

 

3.      Hukum Riba

 Secara garis besar, pandangan tentang hukum riba ada dua kelompok, yaitu:

a.       Kelompok pertama: mengharamkan riba yang berlipat ganda, karena yang diharamkan al-qur’an adalah riba yang berlipat ganda saja, yakni riba nasi’ah, terbukti juga dengan hadis tidak ada riba kecuali nasi’ah. Karenannya, selain riba nasi’ah maka diperbolehkan.

b.      Kelompok kedua: mengharamkan riba, baik yang besar maupun kecil. Riba dilarang dalam islam, baik besar maupun kecil, berlipat ganda atau tidak. Riba yang berlipat ganda haram hukumnya karena zatnya, sedang riba kecil tetap haram karena untuk menutupi pintu ke riba yang lebih besar.6

 

D.      Larangan-Larangan Riba dalam Al Qur’an

Adapun  dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut: 

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًۭا مُّضَٰعَفَةًۭ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Ali Imran : 130)

 

ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ

Artinya: ”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah : 275)


 

 


يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Artinya: ”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”. (QS Al-Baqarah : 276)  

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS Al-Baqarah : 278)

 


فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

Artinya: ”Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS Al-Baqarah : 279)

 

وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن رِّبًۭا لِّيَرْبُوَا۟ فِىٓ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرْبُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن زَكَوٰةٍۢ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُضْعِفُونَ

Artinya: ”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS. Rum : 39)

 

Dan di antara hadits yang terkait dengan riba adalah :

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : آكِلَ الرِّبَا ، وَمُوكِلَهُ ، وَكَاتِبَهُ ، وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ

Dari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba, wakilnya, penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.

 

1.      Dampak dan Hikmah Pelarangan Riba

Riba dapat berdampak buruk terhadap:

1.      Pribadi seseorang

2.      Kehidupan masyarakat

3.      Ekonomi   

 

 

Riba (bunga) menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual dengan cara menyebabkan banyak terjadinya distrosi di dalam perekonomian nasional seperti inflasi, pengangguran, distribusi kekayaan yang tidak merata, dan resersi.·

Bunga menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi. Ia mendorong orang melakukan penimbunan (hoarding) uang, sehingga memengaruhi peredaranya diantara sebagian besar anggota masyarakat. Ia juga menyebabkan timbulnya monopoli, kertel serta konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang. Dengan demikian, distribusi kekayaan di dalam masyarakat menjadi tidak merata dan celah antara si miskin dengan si kaya pun melebar. Masyarakat pun dengan tajam terbagi menjadi dua kelompok kaya dan miskin yang pertentangankepentingan mereka memengaruhi kedamaian dan harmoni di dalam masyarakat. Lebih lagi karna bunga pula maka distorsi ekonomi seperti resesi, depresi, inflasi dan pengangguran terjadi.

Investasi modal terhalang dari perusahaan-perusahaan yang tidak mampu menghasilkan laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekalipun proyek yang ditangani oleh perusahaan itu amat penting bagi negara dan bangsa. Semua aliran sumber-sumber finansial di dalam negara berbelok ke arah perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekaliun perusahaan tersebut tidak atau sedikit saja memiliki nilai sosial.·

Riba (bunga) yang dipungut pada utang internasional akan menjadi lebih buruk lagi karena memperparah DSR (debt-service ratio) negara-negara debitur. Riba (bunga) itu tidak hanya menghalangi pembangunan ekonomi negara-negara miskin, melainkan juga menimbulkan transfer sumber daya dari negara miskin ke negara kaya. Lebih dari itu, ia juga memengaruhi hubungan antara negara miskin dan kaya sehingga membahayakan keamanan dan perdamaian internasional.

 

Akibat-akibat buruk yang di jelaskan para ekonom muslin dan non-muslim, di antaraya:

a.       Riba merusak sumber daya manusia

b.      Riba merupakan penyebab utama terjadinya Inflasi

c.       Riba menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi

d.      Riba menciptakan kesenjangan social

e.       Riba Faktor utama terjadinya krisis Ekonomi Global

 

2.       Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam

Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.

Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at. Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram. Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba antara lain:

a.       Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.

b.      Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian profit and loss sharing

c.       Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)

d.      Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.

e.       Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan.

f.       Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% : 40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak bank.

g.      Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa bukan hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan larangan Allah swt.

Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun juga agar aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba. Sangat aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai orang yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini dengan sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan (komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh nyata bagimu”.

Ayat  ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan sebagainya.

 

3.      Hikmah di balik larangan riba:

  Diantara hikmah dari adanya larangan riba yaitu:

1.     Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik individu maupun masyarakat.

2.     Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang di peroleh si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya. Keuntungannya diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari padanya.

3.     Riba dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan uang atau barang akan kehilangan rasa sosialnya, egois.

4.     Riba dapat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari mengambil harta orang lain yang lemah. Cukup duduk di atas meja, orang lain yang memeras keringatnya.

5.     Riba dapat mengakibatkan kehancuran, banyak orang-orang yang kehilangan harta benda dan akhirnya menjadi fakir miskin.

 

E. Ekonomi Islam Dan Pemerataan Kesejahteraan

Menurut An Nabhani dalam bukunya An-Nizam Al-Iqtishadi Fi Al-Islami, sistem ekonomi Islam ditegakkan di atas tiga asas utama, pertama, konsep kepemilikan (al-milkiyah) ; Kedua, pemanfaatan kepemilikan (al tasharuf fil al-milkiyah) ; Ketiga, distribusi kekayaan di antara masyarakat (tauzi’u altsarwah bayna al-naas).

1.      Konsep Kepemilikan (al-Milkiyah)

Islam memiliki pandangan yang khas tentang harta. Bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah (Qs. 24: 33). Harta yang dimiliki manusia, sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah (Qs. 57: 7). Kata rizq artinya pemberian (a’tha). Atas dasar ini, kepemilikan atas suatu barang yang artinya ada proses perpindahan kepemilikan- harus selalu didasarkan pada aturan-aturan Allah SWT. Seseorang tatkala hendak memiliki sepeda motor, maka cara untuk mendapatkan kepemilikan sepeda motor, maka cara untuk mendapatkan kepemilikan sepeda motor tersebut harus didasarkan pada aturan-aturan Allah SWT, misalnya, dengan membeli, atau diberi hadiah, atau dengan cara-cara lain yang dibenarkan oleh hukum Islam.

Menurut Dr. Husain Abdullah, kepemilikan (milkiyah) dibagi menjadi tiga macam, yakni: (1) kepemilikan individu (milkiyah fardiyah), (2) kepemilikan umum (milkiyah amah) dan (3) kepemilikan negara (milkiyah daulah).

 

a). Kepemilikan Individu (al-Milkiyah Fardiyah)

Kepemilikan individu adalah izin Syaari (Allah SWT) kepada individu untuk

memanfaatkan barang dan jasa. Adapun sebab-sebab pemilikan (asbabu al-tammaluk) individu, secara umum ada lima macam: 1) Bekerja (al ‘amal), 2) Warisan (al-irts), 3) Kebutuhan harta untuk mempertahankan hidup, 4) Pemberian Negara (i’thau al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah, barang dan uang modal, dan 5) Harta yang diperoleh individu tanpa harus bekerja.

b). Kepemilikan Umum (al-Milkiyah Amah)

Pemilikan umum adalah izin dari Syaari’ (Allah SWT) kepada masyarakat secara

bersama untuk memanfaatkan benda. Benda-benda ini tampak pada tiga macam, yaitu:

•  Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam

kehidupan sehari-haru seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas), padang

rumput (hutan).

•  Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan

individu seperti; sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid dan sebagainya.

•  Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,

seperti emas, perak, minyak dan sebagainya.

 

c). Kepemilikan Negara (al-Milkiyah Daulah)

Kepemilikan negara adalah izin dari Syaari’ atas setiap harta yang hak

pemanfaatannya berada di tangan negara. Misalnya harta ghanimah, fa’i, khumus,

kharaj, jizyah 1/5 harta rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang

tidak memiliki ahli waris, dan tanah milik negara. Milik negara digunakan untuk

berbagai keperluan yang menjadi kewajiban negara seperti menggaji pegawai,

keperluan jihad dan sebagainya.

2. Pemanfaatan Kepemilikan (al-Tasharuf al-Milkiyah)

Kejelasan konsep kepemilikan sangat berpengaruh terhadap konsep pemanfaatanharta milik (tasharuf al-mal), yakni siapa sesungguhnya yang berhak mengelola dan memanfaatkan harta tersebut Pemanfaatan pemilikan adalah cara -sesuai hukum syara`. seorang muslim memperlakukan harta miliknya. Pemanfaatan harta dibagi menjadi dua topik yang sangat penting, yakni: (1) Pengembangan harta (tanmiyatu al-mal), dan (2) infaq harta (infaqu al-mal).

a). Pengembangan Harta (Tanmiyatu al-Mal)

Pengembangan harta adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara dan sarana yang dapat menumbuhkan pertambahan harta.

Islam hanya mendorong pengembangan harta sebatas pada sektor riil saja; yakni

sektor pertanian, industri dan perdagangan. Islam tidak mengatur secara teknis

tentang budidaya tanaman; atau tentang teknik rekayasa industri; namun Islam

hanya mengatur pada aspek hukum tentang pengembangan harta.

Demikian pula dalam hal perindustrian, Islam juga mengatur hukum

produksi barang, manajemen dan jasa, semisal hukum perjanjian dan pengupahan.

Islam melarang beberapa aktivitas-aktivitas pengembangan harta, misalnya, riba

nashi’ah pada perbankan, dan riba fadhal pada pasar modal. Menimbun, monopoli,

judi, penipuan dalam jual beli, jual beli barang haram dan sebagainya.

b). Infaq Harta (Infaqu al-Mal)

Infaq harta adalah pemanfaatan harta dengan atau tanpa ada kompensasi atau

perolehan balik. Islam mendorong ummatnya untuk menginfaqkan hartanya untuk kepentingan umat yang lain terutama pihak yang sangat membutuhkan. Islam tidak hanya mendorong kaum muslim untuk memanfaatkan hartanya dengan kompensasi atau perolehan balik yang bersifat materi saja, akan tetapi juga mendorong ummatnya untuk memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang membutuhkan, serta untuk kepentingan ibadah, misalnya zakat, nafkah anak dan istri, dorongan untuk memberi hadiah, hibah, sedekah pada fakir miskin dan orang yang memerlukan (terlibat hutang, keperluan pengobatan dan musibah), infaq untuk jihad fii sabilillah.

3. Konsep Distribusi Kekayaan (Tauzi al-Tsarwah)

Islam telah menetapkan sistem distribusi kekayaan diantara manusia dengan cara

sebagai berikut:

a). Mekanisme Pasar

Mekanisme pasar adalah bagian terpenting dari konsep distribusi. Akan tetapi

mekanisme ini akan berjalan dengan alami dan otomatis, jika konsep kepemilikandan konsep pemanfaatan harta berjalan sesuai dengan hukum Islam. Sebab, dalam kehidupan ekonomi modern seperti saat ini, di mana produksi tidak menjadi jaminan konsumsi, melainkan hanya menjadi jaminan pertukaran saja, maka pengeluaran seseorang merupakan penghasilan bagi orang lain. Demikian pula sebaliknya.

b). Bentuk Transfer Dan Subsidi

Untuk menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dalam

mekanisme pasar -karena alasan-alasan tertentu, seperti; cacat, idiot dan

sebagainya-maka Islam menjamin kebutuhan mereka dengan berbagai cara sebagai

berikut:

•  Wajibnya muzakki membayar zakat yang diberikan kepada mustahik, khususnya kalangan fakir miskin.

•  Setiap warga negara berhak memanfaatkan pemilikan umum. Negara boleh

mengolah dan mendistribusikannya secara cuma-cuma atau dengan harga murah.

•  Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal kepada yang memerlukan.

•  Pemberian harta waris kepada ahli waris.

•  Larangan menimbun emas dan perak walaupun dikeluarkan zakatnya.

 

Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan meraih sebanyak-banyaknyamateri. Islam membolehkan tiap manusia mengusahakan harta sebanyak ia mampu, mengembangkan dan memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar ketentuan agama..Islam tidak melarang umatnya untuk memiliki sebanyak-banyaknya harta. Bahkan ada beberapa kewajiban Islam yang menuntut dan membutuhkan kemampuan keuangan yang cukup. Seperti haji, jihad fi sabilillah, serta kewajiban-kewajiban Islam lainnya.

 

Tidak ada komentar