Materi PAI SMK Kls XII Tentang: Iman Kepada Qadha dan Qadar
IMAN KEPADA QADHA dan QADAR
A. Iman Kepada Qadha’ Dan Qadar
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam
rukun. Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang
baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir
dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat
beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah
takdir ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita untuk memahami
keimanan yang benar terhadap takdir Allah. Wallahul musta’an.
1. Qadha’ dan Qadar
Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar
istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama.
Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang
berbeda tatkala disebutkan bersamaan. Jika disebutkan qadha’ saja
maka mencakup makna qadar, demikian pula sebaliknya. Namun jika disebutkan
bersamaan, maka qadha’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan
Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan
terhadap sesuatu. Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah
ditentukan Allah sejak zaman azali, dengan demikian qadar ada lebih
dulu kemudian disusul dengan qadha’.[1]
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut
bahasa Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum,
ketetapan, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang
dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan
iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan
makhluk. Sedangkan Qadar, arti qadar menurut bahasa adalah:
kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau
kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk
tertentu sesuai dengan ridah-Nya. Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah
kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu
bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (QS .Al-Furqan ayat 2).
2. Definisi qadha’ dan qadar serta kaitan di
antara keduanya
a.
Qadar
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari
qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran).
Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang
menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala
sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan
qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.”[2]
Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah:
Qadha’ (kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa
Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara Takdir
adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama
dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. Qadar, menurut istilah
ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu
Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. Atau: Sesuatu yang
telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa yang terjadi
hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan ketentuan
para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman
azali.
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua
itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan
dengan sifat-sifat tertentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa
yang telah ditentukan-Nya. Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap
segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.[3]
b.
Qadha’
Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan,
kepastian dan penjelasan. Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, menentukan
sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyelesaikannya. Maknanya adalah
mencipta.
c.
Kaitan Antara Qadha’ dan
Qadar
Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah
takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Maka Dia
menjadikannya tujuh langit… .” [Fushshilat: 12]
Qadha’ dan qadar adalah dua perkara yang beriringan,
salah satunya tidak terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya
berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan
sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di
antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan bangunan
tersebut
Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu
Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan
qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah
ditentukan sebelumnya. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para
ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak
zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari
ketentuan tersebut.”
Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya
berbeda, di mana masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana
yang telah diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya, dimana jika salah satu
dari kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam
(pengertian)nya.
d.
Hubungan antara Qadha’
dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha’ dan qadar dijelaskan
bahwa antara qadha’ dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha’ adalah
ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan
dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat
rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan
ketentuan-Nya. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya
sebagai berikut:
Artinya ” Dan tidak sesuatupun melainkan
disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan
ukuran yang tertentu.”
B. Macam-Macam Takdir
Allah
1.
Taqdir muallaq
yaitu qada dan qadarnya Allah yang masih digantungkan
pada usaha atau ikhtiar manusia. Suatu contoh seseorang ingin kaya,
pintar, sehat dan lain-lain ini harus melalui proses usaha untuk mencapai
tujuan tersebut. Sesuatu yang tidak mungkin semuanya itu diperoleh tanpa adanya
ikhtiar. Sebagaimana firman Allah swt berikut :
وَاَنْ لَّيْسَ لِلاِ نْسَانِ اِلاَّ مَاسَعَى (۳۹) وَاَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ
يُرى
Artinya : “Dan bahwasannya seseorang itu tidak
memperoleh selain apa yang diusahakan. Dan bahwasannya usahanya itu kelak akan
diperlihatkan kepadanya, kemudian akan diberi balasan yang paling sempurna”.
(QS. An- Najm : 53/39-40)
اِنَّ اللهَ لاَيـُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا
بِأَنـْفُسِهِمْط
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
keadaan (nasib) suatu bangsa sehingga bangsa itu mau mengubah keadaan (nasib)
yang ada pada mereka sendiri”. (QS. Ar- Ra’du : 13/11)
2.
Taqdir mubrom yaitu qada dan qadarnya Allah swt yang
sudah tidak dapat diubah lagi oleh manusia, walau ada ikhtiar dan tawakkal.
Sebagaimana firman Allah swt berikut :
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ فَاِذَاجَاءَاَجَلـُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ
سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُوْنَ
Artinya : “Dan
tiap-tiap umat memiliki. Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya”. (QS.
Surat Al- A’raf : 7/34)
Semua yang kamu lakukan selanjutnya harus dipasrahkan kepada Allah swt,
karena Allah swt adalah zat yang mengatur dan menentukan segala sesuatunya.
Sebagaimana firman Allah swt berikut :
وَعَلىَ اللهِ فـَتَوَكَّلُوْا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
Artinya : “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika
kamu benar-benar orang yang beriman”. (QS. Al- Maidah : 5/23).
C. Fungsi Iman Kepada
Qadha’ dan Qadar
Allah SWT mewajibkan umat manusia untuk beriman kepada
qada dan qadar (takdir), yang tentu mengandung banyak fungsi (hikmah atau
manfaat), yaitu antara lain :
1.
Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah tuhan
Yang Maha Esa , maha kuasa, maha adil dan maha bijaksana. Keyakinan tersebut
dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk melakukan usaha-usaha yang
bijaksana, agar menjadi umat (bangsa) yang merdeka dan berdaulat. Kemudian
kemerdekaan dan kedaulatan yang di perolehnya itu akan di manfaatkannya secara
adil, demi terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di dunia dan di
akherat.
2.
Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai
dengan ketentuan – ketentuan Allah SWT (sunatullah) atau hukum
alam. Kesadaran yang demikian dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk
menjadi ilmuan-ilmuan yang canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan
usaha-usaha penelitian terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan,
tumbuhan, air, udara, barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil – hasil
penelitiannya di manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah
yang lebih tinggi. (lihat dan pelajari Q.S. Almujadalah, 58 : 11)
3.
Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Iman kepada takdir dapat
menumbuhkan kesadaran bahwa segala yang ada dan terjadi di alam semesta ini
seperti daratan, lautan, angkasa raya, tanah yang subur, tanah yang tandus, dan
berbagai bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, serta banjir
semata-mata karena kehendak, kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Selain itu,
kemahakuasaan dan keadilan Allah SWT akan di tampakkan kepada umat manusia,
takkala umat manusia sudah meninggal dunia dan hidup di alam kubur dan alam
akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, tentu akan memperoleh nikmat
kubur dan akan di masukan kesurga, sedangkan manusia yang ketika di dunianya
durhaka kepada Allah dan banyak berbuat dosa, tentu akan memperoleh siksa kubur
dan di campakan kedalam neraka jahanam. (lihat dan pelajari Q.S. Ali Imran, 3 :
131 – 133).
4.
Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji, serta menghilangkan sikap serta
prilaku tercela. Orang yang betul-betul beriman kepada takdir (umat islam yang
bertakwa ) tentu akan memiliki sikap dan prilaku terpuji seperti sabar,
tawakal, qanaah, dan optimis dalm hidup. Juga akan mampu memelihara diri dari
sikap dan prilaku tercela, seperti: sombong, iri hati, dengki, buruk sangka,
dan pesimis dalam hidup. Mengapa demikian? Coba kamu renungkan jawabannya!
(lihat dan pelajari Q.S. Al-Hadid, 57 : 21-24)
5.
Mendorong umat manusia (umat islam) untuk berusaha agar kualitas hidupnya
meningkat, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih
baik dari hari ini. Umat manusia (umat islam) jika betul-betul beriman kepada
takdir, tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar ini tidak akan berpangku
tangan. Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di bidangnya
masing-masing, sesuai dengan kemampuannya yang telah di usahakan secara
maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat
kepada manusia”. (H.R. At-Tabrani).[4]
D. Ciri-ciri orang yang
beriman kepada qada dan qadar
Seorang muslim yang percaya akan adanya ketentuan
Allah swt pastinya memiliki tingkat ketaatan yang tinggi. Karena ketentuan
Allah swt menyangkut hidup di dunia dan di akherat. Adapun ciri-ciri orang yang
beriman kepada qada dan qadarnya Allah swt adalah :
1. Mentaati perintah Allah
swt dan menjauhi serta meninggalkan segala larangan Allah swt
2. Berusaha dan bekerja
secara maksimal
3. Tawakkal kepada Allah
swt secara menyeluruh dan berdoa
4. Mengisi kehidupan di
dunia dengan hal-hal positif untuk mencapai kebahagiaan hidup di akherat
5. memperhatikan dan
merenungkan kekuasaan dan kebesaran Allah swt
6. bersabar dalam
menghadapi cobaan
E. Hikmah Beriman kepada
Qada dan qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah
yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan
diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
1. Melatih diri untuk
banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila
mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu
merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah
maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka
dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya
lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
2. Menjauhkan diri dari
sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar,
apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah
semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila
ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia
menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang didalam
hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
3. Memupuk sifat optimis
dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada
dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung.
Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab
itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat
bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
4. Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa
mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan
apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia
bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
Post a Comment