Header Ads

test

Materi PAI SMK Kls XII tentang Demokrasi Dalam Islam

 

DEMOKRASI DALAM ISLAM

 


 

1.      Makna Bersikap Demokratis


Pengertian demokrasi dapat dilihat dari tinjauan (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis, demokrasi terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein atau cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Adapun secara terminologis, demokrasi adalah bentuk mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintahan negara tersebut.

 

a.    Q.S. Ali Imran : 159

 

فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ ١٥٩

 

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Ali Imron : 159)

 

b.    Penerapan Tajwid

 

No.

Lafaz

Hukum Bacaan

Alasan

1

فَبِمَا

Mad Thabi’i

Fathah diikuti alif

2

رَحۡمَةٖ مِّنَ

Idgham bighunah

Tanwin diikuti huruf mim

3

لِنتَ

Ikhfa

Nun mati diikuti huruf ta

4

فَظًّا غَلِيظَ

Idhar

Tanwin diikuti huruf ghin

5

لَهُمۡ وَشَاوِر

Ikhfa safawi

Mim sukun diikuti huruf waw

6

فِي ٱلۡأَمۡرِۖ

Izdhar komariyah

Alif lam sukun diikuti huruf hamzah

 

c.    Kosa Kata Baru

 

Lafad

Arti

Lafaz

Arti

فَبِمَا رَحۡمَةٖ

Dikarenakan kasih sayang/rahmat

وَٱسۡتَغۡفِرۡ

Dan memohon ampun

مِّنَ ٱللَّهِ

Dari Allah

لَهُمۡ

Bagi mereka

لِنتَ

Kami bersikap lemah lembut

وَشَاوِرۡهُمۡ

Dan bermusyawarahlah

لَهُمۡۖ

Kepada mereka

فِي ٱلۡأَمۡرِۖ

Dalam segala urusan

فَظًّا

Kasar (dalam perkataan)

فَإِذَا

Maka apabila

غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ

Keras hati

عَزَمۡتَ

Kamu bertekad bulat

لَٱنفَضُّواْ

Niscaya merema menjauh

فَتَوَكَّلۡ

Bertawakalah

مِنۡ حَوۡلِكَۖ

Dari sekelilingmu

يُحِبُّ

Mencintai

فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ

Maka maafkanlah mereke

ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ

Orang-orang yang bertawakal

 

d.    Asbabun Nuzul

 

Sebab-sebab turunnya ayat 159 surat  Ali-Imranini kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abas r.a., Ibnu Abas r.a. menjelaskan bahwasanya setelah terjadi perang Badar Rasulullah mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab r.a. untuk meminta pendapat mereka tentang para tawanan perang Badar. Abu Bakar r.a. berpendapat, mereka sebaiknya dikembalikan kepada keluarga mereka dan keluarga mereka membayar tebusan. Namun Umar bin Khatab r.a. berpendapat, mereka sebaiknya dibunuh dan yang diperintah membunuh adalah keluarga mereka. Rasulullah saw. kesulitan dalam memutuskan, kemudian turun ayat 159 surat Ali-Imranini sebagai dukungan atas pendapat Abu Bakar r.a. (HR.Kalabi). (Depag, 2011:Al-Quran Tafsir Perkata, hal.72)

 

e.    Tafsir/Penjelasan Ayat

 

Ayat di atas menjelaskan bahwa meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam perang Uhud sehingga menyebabkan kaum muslimin menderita kekalahan, tetapi Rasulullah saw. tetap lemah lembut dan tidak marah terhadap para pelanggar, bahkan memaafkan dan memohonkan ampun untuk mereka. Seandainya Rasulullah bersikap keras, tentu mereka akan menaruh benci kepada beliau. Dalam pergaulan sehari-hari, beliau juga senantiasa memberi maaf terhadap orang yang berbuat salah serta memohonkan ampun kepada Allah Swt. terhadap kesalahan-kesalahan mereka.

 

Di samping itu, Rasulullah saw juga senantiasa bermusyawarah dengan para sahabatnya tentang hal-hal yang penting, terutama dalam masalah peperangan. Oleh karena itu, kaum muslimin patuh terhadap keputusan yang diperoleh tersebut, karena merupakan keputusan mereka bersama Rasulullah saw. Mereka tetap berjuang dengan tekad yang bulat di jalan Allah Swt.. Keluhuran budi Rasulullah saw inilah yang menarik simpati orang lain, tidak hanya kawan bahkan lawan pun menjadi tertarik sehingga mau masuk Islam.

Dalam ayat di atas tertera tiga sifat dan sikap yang secara berurutan disebut dan diperintahkan untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah, yaitu lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras. Meskipun ayattersebut berbicara dalam konteks perang uhud, tetapi esensi sifat-sifat tersebut harus dimiliki dan diterapkan oleh setiap muslim, terutama ketika hendak bermusyawarah.

Sedangkan sikap yang harus diambil setelah bermusyawarah adalah memberi maaf kepada semua peserta musyawarah, apapun bentuk kesalahannya. Jika semua peserta musyawarah bersikap “memaafkan” maka yang terjadi adalah saling memaafkan. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi sakit hati atau dendam yang berkelanjutan di luar musyawarah, baik karena pendapatnya tidak diakomodasi atau karena sebab lain.

 

 

Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat yang berbicara tentang nilai-nilai dalam demokrasi seperti dalam Firman Allah Swt. di dalam Q.S. al-Isra/17:70, Q.S. al-Baqarah/2:30, Q.S. al-Hujurat/49:13, Q.S. asy-Syura/42:38 serta berbagai surat lain. Inti dari semua ayat tersebut membicarakan bagaimana menghargai perbedaan, kebebasan berkehendak, mengatur musyawarah dan lain sebagainya yang merupakan unsur-unsur dalam demokrasi.

Di samping ayat-ayat tersebut, banyak juga hadis Rasulullah yang  mengisyaratkan pentingnya demokrasi, karena beliau dikenal sebagai  pemimpin yang paling demokratis. Di antaranya adalah hadis yang  menegaskan bahwa beliau adalah orang yang paling suka bermusyawarah dalam banyak hal, seperti hadits berikut:

 

Artrinya:

 

“Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih sering bermusyawarah dengan para sahabat dari pada Rasulullah saw.” . [HR. at-Tirmizi].

 

Hadis di atas menjelaskan bahwa menurut pandangan para sahabat, Rasulullah saw adalah orang yang paling suka bermusyawarah. Dalam banyak urusan yang penting beliau senantiasa melibatkan para sahabat untuk dimintai pendapatnya, seperti dalam urusan strategi perang. Sikap Rasulullah tersebut menunjukkan salah satu bentuk kebesaran jiwa beliau dan kerendahan hatinya (tawadhu’), meskipun memiliki status sosial paling tinggi dibanding seluruh umat manusia, yaitu sebagai utusan Allah Swt.. Namun demikian, kedudukannya yang begitu mulia di sisi Allah Swt. itu sama sekali tidak membuatnya merasa “paling benar” dalam urusan kemanusiaan yang terkait dengan masalah ijtihadiy(dapat dipikirkan dan dimusyawarahkan karena bukan wahyu), padahal bisa saja Rasulullah memaksakan pendapat beliau kepada para sahabat, dan sahabat tentu akan menurut saja. Tetapi itulah Rasulullah, manusia agung yang tawadhu’ dan bijaksana.

Sikap rendah hati Rasulullah hanya satu dari akhlak mulia lainnya, seperti kesabaran dan lapang dada untuk memberi maaf kepada semua orang yang bersalah, baik diminta atau pun tidak. Itulah Rasulullah, teladan terbaik dalam berakhlak.

 

Dari ayat al-Qur'an dan hadis Nabi tersebut dapat dipahami bahwa musyawarah termasuk salah satu kebiasaan orang yang beriman. Hal ini perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal-hal yang memang perlu dimusyawarahkan, misalnya: Hal yang sangat penting, sesuatu yang ada hubungannya dengan orang banyak/masyarakat, pengambilan keputusan dan lain-lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, musyawarah menjadi sangat penting karena:

a.    Permasalahan yang sulit menjadi mudah setelah dipecahkan oleh  orang banyak lebih-lebih kalau yang membahas orang yang ahli.

b.    Akan terjadi kesepahaman dalam bertindak.

c.     Menghindari prasangka yang negatif, terutama masalah yang ada hubungannya dengan orang banyak

d.    Melatih diri menerima saran dan kritik dari orang lain

e.     Berlatih menghargai pendapat orang lain.

 

 

f.    Hadist Tentang Demokrasi



  

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepadaku Malik, dari Abdillah bin Dinarin, dari Abdillah bin Umar r.a, sesungguhnya Rasulallah saw. Bersabda: “ketahuilah setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dia akan dimintai pertanggungjawaban dari yang dipimpinnya. Seorang penguasa akan diminta pertanggungjawaban dari rakyat yang dipimpinnya. Seorang laki-laki pemimpin keluarga akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang wanita pemimpin di rumah suami dan anaknya akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan seorang hamba juga pemimpin harta tuannya, dia akan dimintai pula pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Ketahuilah bahwa masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (HR. Muslim)

 g.     Demokrasi dan Syura

Selama ini demokrasi diidentikkan dengan syura dalam Islam karena adanya titik persamaan di antara keduanya. Untuk melihat lebih jelas titik persamaan tersebut, perlu kita lihat jati diri masing-masing dari keduanya.

 

1     Demokrasi

Secara kebahasaan, demokrasi terdiri atas dua rangkaian kata yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “cratos” yang berarti kekuasaan. Secara istilah, kata demokrasi ini dapat ditinjau dari dua segi makna.

 

Pertama, demokrasi dipahami sebagai suatu konsep yang berkembang dalam kehidupan politik pemerintah, yang di dalamnya terdapat penolakan terhadap adanya kekuasaan yang terkonsentrasi pada satu orang danmenghendaki peletakan kekuasaan di tangan orang banyak (rakyat) baik secara langsung maupun dalam perwakilan.

 

Kedua, demokrasi dimaknai sebagai suatu konsep yang menghargai hakhak dan kemampuan individu dalam kehidupan bermasyarakat.

 

Dari definisi ini dapat dipahami bahwa istilah demokrasi awalnya berkembang dalam dimensi politik yang tidak dapat dihindari.

 

Secara historis, istilah demokrasi memang berasal dari Barat. Namun jika melihat dari sisi makna, kandungan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan oleh demokrasi itu sendiri sebenarnya merupakan gejala dan cita-cita kemanusiaan secara universal (umum, tanpa batas agama maupun etnis)

2     Syura

 

Menurut bahasa, dalam kamus Mu’jam Maqayis al-Lugah, syµra memiliki dua pengertian, yaitu menampakkan dan memaparkan sesuatu atau mengambil sesuatu.

Sedangkan menurut istilah, beberapa ulama terdahulu telah memberikan    definisi syµra, di antara mereka adalah:

a. Ar Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Al Mufradat fi Gharib  alQur'an,   mendefinisikan syura sebagai “proses mengemukakan pendapat dengan saling mengoreksi antara peserta syµra”.

b.    Ibnu al-Arabi al-Maliki dalam Ahkam al-Qur'an, mendefinisikannya dengan “berkumpul untuk meminta pendapat (dalam suatu permasalahan) yang peserta syµr±nya saling mengeluarkan pendapat yang dimiliki”.

c.     Sedangkan definisi syµra yang diberikan oleh pakar fikih kontemporer dalam asy Syµra fi zilli Nizami al-Hukm al-Islami,di antaranya adalah “proses menelusuri pendapat para ahli dalam suatu permasalahan untuk mencapai solusi yang mendekati kebenaran”.

 

h.    Menerapkan Perilaku Mulia

Perilaku demokratis yang harus dibiasakan sebagai implementasi dari ayat dan hadis yang telah dibahas antara lain sebagai berikut:

1)   Bersikap lemah lembut jika hendak menyampaikan pendapat (tidak berkata kasar ataupun bersikap keras kepala);

2)   Menghargai pendapat orang lain;

3)   Berlapang dada untuk saling memaafkan;

4)   Memohonkan ampun untuk saudara-saudara yang bersalah;

5)   Menerima keputusan bersama (hasil musyawarah) dengan ikhlas;

6)   Melaksanakan keputusan-keputusan musyawarah dengan tawakal;

7)   Senantiasa bermusyarawarah tentang hal-hal yang menyangkut kemaslahatan bersama;

8)   Menolak segala bentuk diskriminasi atas nama apapun;

9)   Berperan aktif dalam bidang politik sebagai bentuk partisipasi dalam membangun bangsa;

 

 

Tidak ada komentar